
Keindahan alam dan budaya Bali yang kaya telah lama menarik minat orang asing untuk berinvestasi properti di pulau ini. Namun, hukum properti di Indonesia memiliki aturan khusus yang menjadi tantangan bagi warga negara asing, terutama soal kepemilikan properti secara freehold. Artikel ini membahas secara jelas dan seimbang tentang kepemilikan properti di Bali bagi orang asing.
Di Indonesia, bentuk kepemilikan tanah tertinggi disebut Hak Milik, yang setara dengan kepemilikan freehold. Hak ini memberikan kepemilikan penuh tanpa batas waktu—pemilik bisa menjual, menyewakan, atau menggunakan tanah tanpa batasan waktu. Namun, Hak Milik hanya diberikan kepada Warga Negara Indonesia. Orang asing tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status ini.
Walaupun orang asing tidak bisa langsung memiliki tanah secara freehold, ada beberapa cara legal yang memungkinkan mereka berinvestasi di pasar properti Bali:
Berinvestasi properti di Bali membutuhkan pemahaman hukum yang jelas agar aman dan sesuai aturan:
- Hindari Penggunaan Nama Pinjam (Nominee): Beberapa orang asing mencoba menggunakan nama warga lokal untuk membeli tanah dengan status Hak Milik. Cara ini tidak legal dan tidak memberikan perlindungan hukum apa pun—risikonya sangat tinggi.
- Lakukan Pemeriksaan Legal (Due Diligence): Sebelum membeli properti, penting untuk memeriksa status hukum tanah, memastikan kepemilikan penjual, dan mengecek apakah semua pajak dan biaya sudah dibayar. Menggunakan jasa konsultan hukum sangat disarankan untuk membantu proses ini.
Walaupun orang asing tidak bisa memiliki properti freehold secara langsung di Bali, ada jalur legal lain yang memungkinkan untuk berinvestasi. Dengan memahami aturan, melakukan pemeriksaan menyeluruh, dan meminta bantuan profesional, investor asing tetap bisa membeli properti secara aman dan sah di Bali.
Dengan memanfaatkan informasi ini, calon investor bisa lebih memahami situasi hukum dan mengambil keputusan yang tepat saat mempertimbangkan investasi properti di Bali.